Sabtu, 20 Oktober 2012

BAGIAN IV : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA tahun 2012-2032

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 43

(1)          Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
(2)          Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilakukan oleh Bupati.
(3)          Program pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 44

(1)      Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), mengatur kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang tidak diperbolehkan, dan kegiatan yang diperbolehkan bersyarat.
(2)      Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a.     ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b.     ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c.     ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana.
(3)      Ketentuan umum peraturan zonasi dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran IV yang tidak terpisahkan dari perda ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 45

(1)          Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan dimaksudkan sebagai upaya penertiban penggunaan kawasan dan fungsi /kawasan sesuai rencana tata ruang wilayah.
(2)          Mekanisme penerbitan izin diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 46

(1)           Sistem insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), merupakan pengaturan yang bertujuan memberikan dan/atau membatasi kegiatan dalam penataan ruang.
(2)           Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a.          insentif untuk pengembangan pusat kawasan dan pusat pertumbuhan sekunder, yaitu berupa :  
1.     pembangunan akses menuju kawasan;
2.     kemudahan perizinan; dan
3.     pembangunan prasarana dan sarana kawasan; dan
b.         insentif untuk pengembangan penjagaan kelestarian bangunan bersejarah dan atau kawasan kampung-kampung adat, meliputi bantuan teknis dan bantuan lainnya; dan
c.          insentif lainnya meliputi pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/atau Pemerintah Daerah.
(3)           Ketentuan disintensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk mengarahkan dan atau mengendalikan pembangunan di wilayah perkotaan dan perdesaan, terdiri atas :
a.           disinsentif untuk pengendalian pengembangan di sekitar perkotaan Langgur, meliputi pengenaan pajak kegiatan yang relatif besar daripada bagian wilayah lain; dan
b.          disinsentif lainnya, terdiri atas :
1.     izin lokasi baru untuk permukiman pada lokasi kepadatan rendah berdasarkan kriteria yang ditetapkan;
2.     pembangunan prasarana baru disesuaikan dengan karakteristik wilayah berdasarkan kajian kelayakan teknis, lingkungan dan kelayakan sosial;
3.     pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak negatif bagi kepentingan umum seperti gangguan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan;
4.     pengenaan pajak, retribusi, dan denda tinggi; dan
5.     pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
(4)           Ketentuan mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 47

(1)          Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi
(2)          Sanksi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang dilakukan oleh penerima izin maupun pemberi izin.

Pasal 48

(1)          Jenis pelanggaran rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) yang dilakukan masyarakat, meliputi:
a.      pelanggaran fungsi ruang;
b.      pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang;
c.      pelanggaran tata massa bangunan; dan
d.      pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan.
(2)          Jenis pelanggaran rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), yang dilakukan aparat Pemerintah Daerah, meliputi penerbitan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan atau tidak sesuai dengan prosedur administratif yang ditetapkan.

Pasal 49

(1)          Bentuk sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), meliputi:
a.           peringatan dan atau teguran;
b.          penghentian sementara pelayanan administratif;
c.           penghentian sementara kegiatan pembangunan dan atau pemanfaatan ruang;
d.          pencabutan izin;
e.           pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang;
f.            pembongkaran bagi bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
g.           pengenaan denda.
(2)    Bentuk sanksi administrasi terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan aparatur Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VIII
KELEMBAGAAN

Pasal 51

(1)          Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2)          Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.


BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 52

Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a.        berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b.       memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang berdasarkan kearifan lokal setempat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;
c.        mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
d.       menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang;
e.        memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
f.         mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
g.        mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 53

(1)    Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:
  1. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
  2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; dan
  3. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(2)    Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)    Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 54

Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat dilakukan melalui:
a.       partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b.      partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c.       partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 55

Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a, dapat berupa:
a.        memberikan masukan mengenai:
1.     penentuan arah pengembangan wilayah;
2.     potensi dan masalah pembangunan;
3.     perumusan rencana tata ruang; dan
4.     penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
b.       menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
c.        melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat. 

Pasal 56

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b, dapat berupa:
a.        melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b.       menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c.        memberikan dukungan bantuan  teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan ruang;
d.       meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.        melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab  untuk pencapaian tujuan penataan ruang;
f.         menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan SDA;
g.        melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h.       mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

Pasal 57

Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c, dapat berupa:
a.        memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b.       turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang; 
c.        melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang;
d.       mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e.        mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.


Pasal 58

(1)    Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
(2)    Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Bupati.
(3)    Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 59

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah Kabupaten membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Bagian Keempat
Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Pemanfaatan Ruang

Pasal 60

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 61

Ketentuan penyidikan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 62

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten digunakan sebagai pedoman bagi :
a.        perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah;
b.       mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan wilayah serta keserasian antar sektor;
c.        pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau masyarakat; dan
d.       penataan ruang wilayah merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.


 B A B XII
  KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 63

(1)          Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Kabupaten yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan, dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2)          Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a.        izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b.       izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1)      untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2)      untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3)      untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c.        pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d.       pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut:
1)      yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
2)      yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

Pasal 64

(1)          Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2)          Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3)          Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.


B A B   XIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 65

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 66

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Maluku Tenggara.

Ditetapkan di Langgur
Pada tanggal 26 September 2012

BUPATI MALUKU TENGGARA,

ttd

ANDERIAS RENTANUBUN

Diundangkan di Langgur
Pada tanggal 26 September 2012

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN MALUKU TENGGARA,

                    ttd

PETRUS BERUATWARIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA TAHUN 2012 NOMOR 13 SERI D

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA
NOMOR 13 TAHUN 2012

TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN MALUKU TENGGARA

A.         PENJELASAN UMUM
Guna mendukung terciptanya ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan maka ditetapkannya Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan sejak diberlakukannya peraturan perundangan tersebut  maka  Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota perlu dilakukan penyesuaian. Pasal 78 UU Penataan Ruang mengamanatkan semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang RTRW kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU ini diberlakukan. Dengan demikian, paling lambat tahun 2010 semua RTRW Kabupaten diharapkan telah menyesuaikan dengan amanat UU Nomor 26 Tahun 2007.
Beberapa hal penting yang perlu disesuaikan antara lain meliputi dimensi waktu perencanaan, visi dan misi penataan ruang wilayah, aspek kebencanaan dan daya dukung lingkungan, komposisi penggunaan lahan, peristilahan penataan ruang, serta keberadaan insentif dan diinsentif yang jelas dalam kegiatan penataan ruang wilayah. Perubahan ini membawa konsekuensi pada perubahan metodologi pendekatan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Maluku Tenggara.
Tujuan dari penyusunan RTRW secara umum adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi, dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan tujuan dari penataan ruang Kabupaten Maluku Tenggara adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan potensi kelautan, pertanian, dan pariwisata dengan perimbangan pembangunan antar pulau, pertimbangan kelestarian budaya dan kearifan lokal serta ekosistem yang berkelanjutan.
Perumusan substansi  RTRW yang memuat Asas, tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang; rencana struktur ruang wilayah meliputi sistem pusat pelayanan, sistem jaringan prasarana wilayah, sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem prasarana pengelolaan lingkungan, sistem prasarana lainnya; rencana pola ruang wilayah meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya; penetapan kawasan strategis; arahan pemanfaatan ruang; ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi arahan umum, ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta arahan sangksi; kelembagaan; peran serta masyarakat; penyidikan; ketentuan lain-lain; penutup.


B.         PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 s/d pasal 7 cukup jelas
Pasal 8 Huruf b
Yang dimaksud dengan PKLp adalah pusat kegiatan lokal promosi. Sistem pusat kegiatan Kota Langgur ditetapkan sebagai PKLp karena Kota Langgur belum ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) sesuai RTRWN maupun RTRW Provinsi, walaupun Kota Langgur sebagai Ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara. Belum ditetapkannya Kota Langgur sebagai PKW disebabkan karena Ibu Kota Kabupaten Maluku Tenggara sebelum pemekaran wilayah adalah Kota Tual.
Pasal 9 s/d pasal 25 cukup jelas
Pasal 26
         Huruf  ayat 2
Yang dimaksud degan perairan Nuhufit adalah perairan yang berada pada 7 (tujuh) pulau antara lain Pulau Leek, Pulau Tarwa, Pulau Labulin, Pulau Tangwain, Pulau Wahaa, Pulau Warbal, dan Pulau Manir.

Pasal 27 s/d  pasal 31 cukup jelas
Pasal 32
         Ayat 3
Yang dimaksud dengan kawasan pariwisata budaya adalah termasuk kawasan pariwisata historis dan rohani.

Pasal 33 s/d  pasal 66 cukup jelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar