BAB
VII
KETENTUAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 43
(1)
Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara terkoordinasi
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
(2)
Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilakukan oleh Bupati.
(3)
Program pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum
Peraturan Zonasi
Pasal 44
(1)
Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat
(3), mengatur kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang tidak diperbolehkan,
dan kegiatan yang diperbolehkan bersyarat.
(2)
Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan
lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan
budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem
jaringan prasarana.
(3)
Ketentuan umum peraturan zonasi dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran IV
yang tidak terpisahkan dari perda ini.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 45
(1)
Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), merupakan
bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan dimaksudkan sebagai
upaya penertiban penggunaan kawasan dan fungsi /kawasan sesuai rencana tata
ruang wilayah.
(2)
Mekanisme penerbitan izin diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 46
(1)
Sistem insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), merupakan pengaturan yang bertujuan memberikan
dan/atau membatasi kegiatan dalam penataan ruang.
(2)
Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a.
insentif untuk pengembangan pusat kawasan dan pusat pertumbuhan sekunder,
yaitu berupa :
1. pembangunan akses menuju kawasan;
2. kemudahan perizinan; dan
3. pembangunan prasarana dan sarana kawasan; dan
b.
insentif untuk pengembangan penjagaan kelestarian bangunan bersejarah dan
atau kawasan kampung-kampung adat, meliputi bantuan teknis dan bantuan lainnya;
dan
c.
insentif lainnya meliputi pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta,
dan/atau Pemerintah Daerah.
(3)
Ketentuan disintensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk
mengarahkan dan atau mengendalikan pembangunan di wilayah perkotaan dan perdesaan, terdiri atas :
a.
disinsentif untuk pengendalian pengembangan di sekitar perkotaan Langgur,
meliputi pengenaan pajak kegiatan yang relatif besar daripada bagian wilayah
lain; dan
b.
disinsentif lainnya, terdiri atas :
1. izin lokasi baru untuk permukiman pada lokasi
kepadatan rendah
berdasarkan kriteria yang ditetapkan;
2. pembangunan prasarana baru disesuaikan dengan
karakteristik wilayah berdasarkan kajian kelayakan teknis, lingkungan dan
kelayakan sosial;
3. pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan
dampak negatif bagi kepentingan umum seperti gangguan keamanan, kenyamanan, dan
keselamatan;
4. pengenaan pajak, retribusi, dan denda tinggi; dan
5. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan
kompensasi, dan penalti.
(4)
Ketentuan mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 47
(1)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), dilakukan
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi
(2)
Sanksi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat
terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang dilakukan oleh
penerima izin maupun pemberi izin.
Pasal 48
(1)
Jenis pelanggaran rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (2) yang dilakukan masyarakat, meliputi:
a.
pelanggaran fungsi ruang;
b.
pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang;
c.
pelanggaran tata massa bangunan; dan
d.
pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan.
(2)
Jenis pelanggaran rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), yang dilakukan aparat Pemerintah Daerah, meliputi penerbitan
izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan atau tidak sesuai dengan
prosedur administratif yang ditetapkan.
Pasal 49
(1)
Bentuk sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran rencana tata
ruang yang dilakukan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), meliputi:
a.
peringatan dan atau teguran;
b.
penghentian sementara pelayanan administratif;
c.
penghentian sementara kegiatan pembangunan dan atau pemanfaatan ruang;
d.
pencabutan izin;
e.
pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang;
f.
pembongkaran bagi bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
g.
pengenaan denda.
(2) Bentuk sanksi administrasi terhadap pelanggaran
rencana tata ruang yang dilakukan aparatur Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2),
diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
Setiap orang yang
melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat
dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 51
(1)
Dalam rangka
koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2)
Tugas, susunan
organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Bupati.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN
PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 52
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang
wilayah, masyarakat berhak:
a.
berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b.
memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang berdasarkan kearifan lokal
setempat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;
c.
mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
d.
menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan ruang;
e.
memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
f.
mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
g.
mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
Bagian Kedua
Kewajiban
Masyarakat
Pasal 53
(1)
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:
- mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
- memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; dan
- memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(2)
Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu,
dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan
sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika
lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin
pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 54
Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat dilakukan melalui:
a.
partisipasi dalam
penyusunan rencana tata ruang;
b.
partisipasi dalam
pemanfaatan ruang; dan
c.
partisipasi dalam
pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 55
Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata
ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a, dapat berupa:
a.
memberikan masukan
mengenai:
1.
penentuan arah
pengembangan wilayah;
2.
potensi dan
masalah pembangunan;
3.
perumusan rencana
tata ruang; dan
4.
penyusunan rencana
struktur dan pola ruang.
b.
menyampaikan
keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
c.
melakukan kerja
sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat.
Pasal 56
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 huruf b,
dapat berupa:
a.
melakukan kegiatan
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan;
b.
menyampaikan
masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c.
memberikan
dukungan bantuan teknik, keahlian,
dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan ruang;
d.
meningkatkan
efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang
laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.
melakukan
kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dan
pihak lainnya secara bertanggung jawab
untuk pencapaian tujuan penataan ruang;
f.
menjaga,
memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan SDA;
g.
melakukan usaha
investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h.
mengajukan gugatan
ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan merugikan.
Pasal 57
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c, dapat berupa:
a.
memberikan masukan
mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan
standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang;
c.
melaporkan kepada
instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan ruang
yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan
minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan
penataan ruang;
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik
yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e.
mengajukan gugatan
pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.
Pasal 58
(1)
Peran masyarakat
di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
(2)
Peran masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Bupati.
(3)
Peran masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh
Bupati.
Pasal 59
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah Kabupaten
membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan
ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Bagian Keempat
Tata Cara Peran
Masyarakat Dalam Pemanfaatan Ruang
Pasal 60
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam
penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 61
Ketentuan penyidikan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 62
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten digunakan sebagai pedoman bagi :
a.
perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan wilayah serta keserasian antar sektor;
c.
pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau
masyarakat; dan
d. penataan ruang wilayah merupakan dasar dalam
pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.
B A B XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
(1)
Dengan berlakunya
Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan
penataan ruang Kabupaten yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak
bertentangan, dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2)
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a.
izin pemanfaatan
ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah
ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi
tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1)
untuk yang belum
dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2)
untuk yang sudah
dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait
habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3)
untuk yang sudah
dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c.
pemanfaatan ruang
yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan
penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut:
1)
yang bertentangan
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan
ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
2)
yang sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang
diperlukan.
Pasal 64
(1)
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara adalah 20 (dua puluh)
tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2)
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3)
Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.
B A B XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan
Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 66
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Maluku Tenggara.
Ditetapkan di Langgur
Pada tanggal 26 September 2012
BUPATI MALUKU TENGGARA,
ttd
ANDERIAS RENTANUBUN
Diundangkan di Langgur
Pada tanggal 26 September 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN MALUKU TENGGARA,
ttd
PETRUS BERUATWARIN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA TAHUN 2012 NOMOR 13 SERI D
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN
MALUKU TENGGARA
NOMOR 13 TAHUN
2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG
WILAYAH
KABUPATEN MALUKU
TENGGARA
A.
PENJELASAN UMUM
Guna mendukung
terciptanya ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan maka
ditetapkannya Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan sejak
diberlakukannya peraturan perundangan tersebut
maka Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota perlu dilakukan penyesuaian. Pasal 78 UU Penataan Ruang
mengamanatkan semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang RTRW kabupaten/kota
disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU ini
diberlakukan. Dengan demikian, paling lambat tahun 2010 semua RTRW Kabupaten diharapkan
telah menyesuaikan dengan amanat UU Nomor 26 Tahun 2007.
Beberapa hal penting yang perlu disesuaikan antara lain meliputi dimensi
waktu perencanaan, visi dan misi penataan
ruang wilayah, aspek kebencanaan dan daya dukung lingkungan, komposisi
penggunaan lahan, peristilahan penataan ruang, serta keberadaan insentif dan
diinsentif yang jelas dalam kegiatan penataan ruang wilayah. Perubahan ini
membawa konsekuensi pada perubahan metodologi pendekatan dalam penyusunan RTRW
Kabupaten Maluku Tenggara.
Tujuan dari
penyusunan RTRW secara umum adalah untuk
mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan
senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi,
dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya
kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan
tujuan dari penataan ruang Kabupaten Maluku Tenggara adalah mewujudkan
kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan potensi kelautan, pertanian, dan
pariwisata dengan perimbangan pembangunan antar pulau, pertimbangan kelestarian
budaya dan kearifan lokal serta ekosistem yang berkelanjutan.
Perumusan
substansi RTRW yang memuat Asas, tujuan,
kebijakan dan strategi penataan ruang; rencana struktur ruang wilayah meliputi
sistem pusat pelayanan, sistem jaringan prasarana wilayah, sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
prasarana pengelolaan lingkungan, sistem prasarana lainnya; rencana pola ruang
wilayah meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya; penetapan kawasan
strategis; arahan pemanfaatan ruang; ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
meliputi arahan umum, ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif serta arahan sangksi; kelembagaan; peran
serta masyarakat; penyidikan; ketentuan lain-lain; penutup.
B.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d pasal 7 cukup jelas
Pasal 8 Huruf
b
Yang dimaksud
dengan PKLp adalah pusat kegiatan lokal promosi. Sistem pusat kegiatan Kota
Langgur ditetapkan sebagai PKLp karena Kota Langgur belum ditetapkan sebagai
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) sesuai RTRWN maupun RTRW Provinsi, walaupun Kota
Langgur sebagai Ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara. Belum ditetapkannya Kota
Langgur sebagai PKW disebabkan karena Ibu Kota Kabupaten Maluku Tenggara
sebelum pemekaran wilayah adalah Kota Tual.
Pasal 9 s/d pasal 25 cukup jelas
Pasal 26
Huruf ayat 2
Yang dimaksud
degan perairan Nuhufit adalah perairan yang berada pada 7 (tujuh) pulau antara
lain Pulau Leek, Pulau Tarwa, Pulau Labulin, Pulau Tangwain, Pulau Wahaa, Pulau
Warbal, dan Pulau Manir.
Pasal 27 s/d pasal 31 cukup jelas
Pasal 32
Ayat
3
Yang dimaksud
dengan kawasan pariwisata budaya adalah termasuk kawasan pariwisata historis
dan rohani.
Pasal 33 s/d pasal 66 cukup jelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar